Roti Buaya: Tradisi Seserahan dan Simbol Kesetiaan Masyarakat Betawi

Oleh Murodi al-Batawi

Ada ungkapan begini, “Buaya kalau masih hidup di air, biarkan saja jangan diganggu, berarti hidup ini masih aman. Tapi, kalau buaya dudah pindah ke darat, kita, terutama kaum perempuan, wajib waspada. Karena kalau sudah pindah hidup di darat, maka namanya berubah, jadi Buaya Darat. Buaya Darat ini, katanya lebih berbahaya daripada Buaya yang tetap memilih hidup di habitat aslinya; air. Dia akan selalu menjalankan aksinya di manapun berada; mencari perempuan untuk dirayu dan ditipunya kemudian dijadikan isteri attsu gundik selanjutnya, meski ia sudah mrmiliki pasangan hidup lebih dari satu.” Itulah ungkapan Satire masyarakat Indonesia, terutama ungkapan yang sering diucapkan oleh masyarakat Betawi.

Bacaan Lainnya

Lalu bagaimana dengan Roti Buaya? Roti ini dibuat oleh masyarakat Betawi yang disajikan saat upacara tradisi adat Betawi; seserahan. Bukankah itu simbol kecelakaan dan kehancuran kehidupan kaum perempuan Betawi. Ternyata tidak dan bukan itu maksudnya.

Dalam tradisi upacara perkawinan komunitas etnis Betawi, ada tradisi menarik dan ikonik, yaitu pengantin Pria dan rombongannya, selain membawa perabotan rumah tangga, seperti tempat tidur lengkap dengan kasur, bantal dan sprei, sayuran, kue-kue, binatang ternak, seperti kambing, juga ada bahan seserahan lain yang wajib dibawa, yaitu; Roti Buaya.

Roti Buaya selalu menjadi bahan seserahan yang wajib ada dan dibawa ke rumah mempelai wanita, sebagai simbol kesetiaan.

Dahulu, Roti Buaya dibuat hanya sebagai simbol kesetiaan pasangan hidup, bukan untuk dikonsumsi oleh para tetamu undangan. Karena itu, dibuat secara kasar dan keras, juga bermakna, supaya pasangan itu hidup dan mampu menjalani hidup yang keras ini.

Tetapi sekarang, banyak Roti Buaya dibuat lebih lembut dan bisa langsung dimakan. Karenanya, jika ada acara resepsi perkawinan dan ada Roti Buayanya, sudah dinanti oleh para tetamu undangan. Karena ada mitos yang dipercaya masyarakat Betawi, siapa yang memakan Roti Buaya, bagi yang sudah menikah ajan langgeng kehidupan perkawinannya hingga akhir hayat. Kemudian, bagi para gadis yang belum menikah, ia akan segera mendapatkan jodoh dan segera menikah.

Sejarah dan Makna dari Tradisi Seserahan Roti Buaya

Orang Berawi adalah masyarakat yang paling sering dan dekat berhubungan dengan kolonial Belanda, karena wilayah strategis yang dapat digunakan oleh Belanda untuk membangun basis perdagangannya adalah Jakarta atau Jayakarta, yang kemudian hari terkenal dengan sebutan Batavia.

Di Batavia atau Betawi inilah kemudian Belanda mendirikan VOC (Vereenidge Oast Indiche Compagni). Dari sini kemudian Belanda mengatur strategi perdagangannya untuk menguasai hasil rempah Indonesia, dan kemudian secara politik, Belanda mengubah haluan, dari ingin menguasai perekonomian di Indonesia, ke arah politis dengan menguasai pemerintahan (imprealisme) dan menguasai wilayah (Kolonialisme).

Saking seringnya masyarakat Betawi berinteraksi dan berkomunikasi dengan penjajah Belanda, maka banyak kosakata yang terserap ke dalam bahasa dan tradisi kebudayaan Betawi. Salah satunya adalah ungkapan rasa cinta kepada kekasih.

Kalau dahulu, orang Belanda mengungkapkan rasa cinta dan kasih sayang lewat bunga, maka orang Betawi mengungkapkannya lewat pemberian Roti Buaya.

Jadi pembuatan dan pengiriman Roti Buaya kepada kaum perempuan di Betawi, sebenarnya merupakan ungkapan perasaan cinta kasih dari pasangan pengantin lelaki.

Kenapa Buaya oleh masyarskat Betawi dijadikan sebagai simbol perasaan cinta dan kasih sayang? Karena orang Betawi sangat memahami cara kehidupan Buaya. Dahulu, orang Betawi yang tinggal di Jakarta, hampir setiap hari bertemu dengan Buaya.

Karena Jakarta yang dikelilingi oleh 13 sungai, orang Betawi menyebutnya dengan nama Kali, banyak di huni oleh Buaya. Bahkan orang Betawi sangat yakin bahwa Buaya tidak hanya menghuni sungai, juga menghuni sumber mata air, atau orang Betawi menyebutnya dengan kata Entuk. Buaya itulah yang menjaga sumber air, sebagai sumber kehidupan untuk manusia, hewan dan tetumbuhan.

Selain itu, masyarakat Betawi percaya bahwa Buaya adalah salah satu makhluk yang paling setia terhadap pasangan hidupnya. Dia hanya kawin seumur hidup dengan pasangannya. Tidak tertarik dengan lawan jenis lainnya.

Buaya jantan akan sangat setia ketika buaya betina bertelur. Bahkan Buaya jantan yang mengeraminya sampai telur itu menetas dan terus menjaga anak-anaknya hingga mereka dewasa dan bisa hidup mandiri.

Itulah makna filosofis dan historis mengapa masyarakat Betawi menjadikan Buaya yang dimanifestasikan dalam wujud Roti Buaya, yang kemudian dijadikan sebagai ikonik seserahan pada acara adat perkawinan di Betawi. Diharapkan, perkawinan kefua mempelai bisa akur, setia dan langgeng hingga melahirkan generasi penerus sampai akhir hayat. (Odie)

Pamulang, 17 April 2024
Murodi al-Batawi

Pos terkait