Kampung Orang Bali di Betawi: Perspektif Historis

Oleh: Murodi al-Batawi

Ketika Jan Pieter Z Coon menjadi Gubernur Jenderal(1628), ia mulai menata permukiman penduduk yang berada di luar Benteng. Permukiman itu sangat kumuh. Karenanya , menurut Abdul Aziz dalam Islam dan Pembentukan Komunitas Etnis Betawi (Logos:2022),JP.Z Coon ingin memperbaiki tempat tinggal masyarakat pribumi dengan menatanya menjadi lebih baik.

Ia mulai membuat perkampungan disesuaikan dengan asal penduduk pribumi yang sebagian besar adalah para budak yang didatangkan dari berbagai daerah. Selain penduduk yang dengan sengaja datang ke Batavia sebagai pedagang atau pengembara. Para budak ini merupakan hasil pampasan para perompak yang kemudian diperjualbelikan di daerah perdagangan Sunda Kalapa.

JP.Z.Coon membagi perkampungan berdasarkan asal daerah masing-masing, seperti Kampung Melayu. Kampung Bugis. Kampung Jawa. Kampung Bali, Kampung Ambon, Kampung Bandan, Pekojan, Pecinan, Manggarai (Siswantari) dan (Mina Lohanda) dan lain sebagainya (Alwi Shihab).

Tujuan penataan pemukiman tersebut adalah untuk mempermudah pengawasan yang akan dilakukan pemerintah Hindia Belanda, jika ada pemberontakan dan gangguan politis lainnya.

Khusus perkampungan buat mereka yang berasal dari Bali, disebut Kampung Bali. Kampung ini tidak hanya ada di Tanah Abang, juga ada Kampung Bali Mesteer, Kampung Bali Matraman, juga ada Kampung Bali di daerah Pondok Labu, Jakarta Selatan.

Mereka yang pindah dari Kampung Bali Tanah Abang secara massif, ke tempat Baru, mereka tetap menamakan perkampungan mereka dengan asal sang leluhur mereka, Bali. Jadi, pemberian nama itu untuk mengenang dalam berinteraksi di manapun mereka menetap.

Kedatangan Orang Bali ke Betawi

Tidak diketahui kapan persisnya kedatangan orang Bali ke Betawi. Namun hal pasti yang dapat dikatakan di sini bahwa ketika JP.ZCoon datang sebagai Gubernur Jenderal pada 1628.setelah menghancurkan Jayakarta dan mengusir penduduk asli, ia melakukan penataan kembali pemukiman penduduk di luar Benteng.

Di situ dia mulai mengetahui bahwa penduduk pribumi bukan hanya dari satu daerah di Indonesia, tapi dari berbagai daerah dan suku bangsa dari dalam dan luar negeri, termasuk dari Cina, Arab, Persia, India dan lain sebagainya.

Kemudian, untuk memenuhi tenaga kerja kasar, JP. Z. Coon mendatangkan orang Bali, Ambon, Banda, Ternate, Jawa, Makassar, Sumbawa ke Betawi(Mona Lohanda). Kemudian mereka ditempatkan di luar Benteng Belanda. Dan perlu diketahui bahwa pada saat itu, status orang Bali yang didatangkan ke Betawi mayoritas adalah para budak yang dijual oleh para rajanya dan ada yang berasal serdadu bayaran. (Adolf Heuken).

Sejak saat itulah penduduk Kampung Bali berasimilasi dan berakulturasi dengan penduduk lain dan juga penduduk asli Betawi. Pada tahun 1683 jumlah orang Bali yang tinggal di Betawi sekitar 14.259 orang dan ketika itu penduduk di Betawi sekitar 47.217 jiwa. Sekira 981 adalah orang merdeka dan sebagian besar, termasuk orang Bali adalah para budak (Historia).

Pertanyaanya, kenapa banyak orang Bali di Betawi berstatus sebagai budak? Menurut Ratnawati Anhar, orang Bali didatangkan ke Betawi dan dijadikan budak, karena mereka ditawan oleh para perompak bajak laut dan kemudian diperjualbelikan di Betawi. Karena itu, kemudian mereka tinggal berkelompok dan membentuk permukiman baru di Betawi dengan menggunakan nama tempat tinggal baru mereka dengan sebutan Kampung Bali.

Pengaruh Tradisi dan Budaya Bali di Betawi

Sebagai akibat dari pertemuan etnis, terjadi pula proses asimilasi dan akulturasi budaya. Ini juga terjadi pada proses asimilasi dan akulturasi antara Budaya Betawi dengan budaya dari daerah lain, termasuk pengaruh budaya Bali. Orang Bali yang datang ke Betawi selain ada yang beragama Hindu, banyak juga yang beragama Islam. Tetapi setelah mereka berasimilasi, mereka menjadi muslim. Bahkan Kampung Bali di Angke, Jakarta Barat sampai mendirikan masjid besar al-Anwar.

Selain itu, ada pula pengaruh dari Tari Bali dalam kostum seni tari Betawi. Pengaruh lainnya dalam konteks bahasa. Banyak kosa kata Bali yang kini menjadi bahasa Betawi; seperti kata “Iseng”, Jidat” Bianglala, ngebet. Bahkan menurut Alwi Shihab, ada kata-kata tolongin, ngapain, besarin, dan pulangin, ngupi, adalah bukti kuat pengaruh budaya dan bahasa Bali ke dalam bahasa Betawi.

Jadi, meski awalnya para pendatang dari Bali msyoritas adalah para budak, tapi setelah mereka tinggal menetap dan berakulturasi dan berasimilasi dengan penduduk di daerah Betawi mereka memiliki kontribusi dalam proses pembentukan tradisi dan kebudayaan di tanah Betawi, terutama dalam seni arsitektur bangunanan. Wallahu ‘alam. (Odie).

Pamulang, 01 Mei 2024
Murodi al-Batawi

Pos terkait